KEPEMIMPINAN DALAM PRESPEKTIF ISLAM
A. PENDAHULUAN
Manusia diciptakan oleh Allah SWT kemuka bumi ini,
sebagai khalifah (pemimpin) dimuka bumi ini, oleh sebab itu maka manusia
tidak terlepas dari perannya sebagai pemimpin, dimensi kepemimpinan merupakan
peran sentral dalam setiap upaya pembinaan. Hal ini telah banyak dibuktikan dan
dapat dilihat dalam gerak langkah setiap organisasi. Peran kepemimpinan
begitu menentukan bahkan seringkali menjadi ukuran dalam mencari sebab-sebab
jatuh bangunnya suatu organisasi. Dalam menyoroti pengertian dan hakikat
kepemimpinan, sebenarnya dimensi kepemimpinan memiliki aspek-aspek yang sangat
luas, serta merupakan proses yang melibatkan berbagai komponen didalamnya dan saling mempengaruhi.
Dewasa ini kita tengah memasuki Era Globalisasi yang
bercirikan suatu interdependensi, yaitu suatu era saling ketergantungan yang
ditandai dengan semakin canggihnya sarana komunikasi dan interaksi.
Perkembangan dan kemajuan pesat di bidang teknologi dan
informasi memberikan dampak yang amat besar terhadap proses komunikasi dan
interaksi tersebut. Era
globalisasi sering pula dinyatakan sebagai era yang penuh dengan tantangan dan
peluang untuk saling bekerja sama. Dalam memasuki tatanan dunia baru yang penuh
perubahan dan dinamika tersebut, keadaan dewasa ini telah membawa berbagai
implikasi terhadap berbagai bidang kehidupan, termasuk tuntutan dan
perkembangan bentuk komunikasi dan interaksi sosial dalam suatu proses
kepemimpinan.
Setiap bangsa, nampaknya dipersyaratkan untuk memiliki
kualitas dan kondisi kepemimpinan yang mampu menciptakan suatu kebersamaan
dan kolektivitas yang lebih dinamik. Hal ini dimaksudkan agar memiliki
kemampuan bertahan dalam situasi yang semakin sarat dengan bentuk persaingan,
bahkan diharapkan mampu menciptakan daya saing dan keunggulan yang tinggi.
Begitu pula dalam konteks pergaulan dan hubungan yang lebih luas, setiap
negara-bangsa (nation state) dituntut mampu berperan secara aktif dan
positif baik dalam lingkup nasional, regional maupun internasional.. Namun,
harus disadari pula bahwa dalam setiap proses kepemimpinan, kita akan selalu
dihadapkan pada suatu mata rantai yang utuh mulai dari yang paling atas sampai
tingkat yang paling bawah dan ke samping. Karena itu, pemahaman serta
pengembangan dalam visi dan perspektif kepemimpinan amat diperlukan dalam upaya
mengembangkan suatu kondisi yang mengarah pada strategi untuk membangun daya saing,
khususnya dalam upaya meningkatkan kualitas dan produktivitas bangsa yang
ditandai oleh semangat kebersamaan dan keutuhan.
Kita
sekarang dihadapkan kepada dua dimensi kepemimpinan, antara kepemimpinan islam,
dan kepemimpinan barat, islam telah memberi gambaran nyata akan keberhasilannya
dalam memimpin suatu oraganisasi sebagaimana yang telah dilakukan oleh nabi
kita muhammad saw. Akan tetapi disisi lain orientalis-orientalis barat dengan
berbagai teorinya yang ilmiah mencoba mengalihkan perhatian masyarakat dari
kepemimpinan islam, dan berpaling terhadap kepemimpinan yang ditawarkan oleh
orang-orang barat yang jelas-jelas bertentangan dengan kepemimpinan dalam islam. Walaupun tidak seluruhnya
bertentangan dengan kepemimpinan islam, akan tetapi ini bisa menjadi penyebab
bagi ummat untuk meninggalkan
aturan-aturan islam.
B. Pengertian
dan Macam-Macam Kepemimpinan
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ
وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي
شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاًً(النساء:59)
“Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kesudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”(Q.S
An-Nisaa: 59)
Rasulullah Saw, adalah tauladan bagi
umat dalam segala aspek kehidupan, khususnya dalam hal kepemimpinan ini beliau
adalah sosok yang mencontohkan kepemimpinan paripurna dimana kepentingan umat
adalah prioritas bagi beliau. Maka sangatlah tepat apabila kita sangat
mengidealkan visi dan model kepemimpinan Muhammad SAW (sang revolusioner yang
legendaries, manusia mulia kekasih Allah SWT).
Eggi (2003:12) yang merupakan
seorang eksponen generasi muda, mengatakan secara tajam bahwa dalam sejarah
umat manusia belum satupun dapat terwujud sosok pemimpin sehebat kepemimpinan
Rasulullah SAW, iapun melontarkan sejumlah kriteria persyaratan yang harus ada
dalam sosok seorang pemimpin, dari apa yang berusaha ia selami dari keteladanan
kepemimpinan Rasulullah Saw, yaitu:
1. Pemimpin
harus dekat dengan tuhan dan konsisten memperjuangkan nilai-nilai dan ajaran
Tuhan yang baik dan luhur.
2. Pemimpin
haruslah seorang yang ikhlas (nothing to loose), tanpa mengharap pamrih
kecuali untuk beribadah pada Tuhan melalui pengabdiannya kepada rakyat.
3. Pemimpin
harus sosok yang jujur dan adil. Dan khalifah umar bin khaththab merupakan
contoh pemimpin yang mampu membedakan mana kpentingan pribadi dan mana
kepentingan Negara.
4. Pemimpin
harus mencintai rakyat dan mendahulukan kepentingannya diatas kepentingan diri
keluarga dan golongannya.
Nampaknya, empat kriteri tersebut
masih sangat jauh dari harapan apabila kita melihat kembali pada realitas yang
menindas saat ini.kepemimpinan dijadikan alat untuk
mengeksploitasi rakyat. Padahal Islam memandang kepemimpinan sebagai sebuah
beban (taklif) dan amanah, sehingga orang yang diberikan amanah
kepemimpinan, dia harus mengedepankan pelayanan kepada masyarakat. Karena
pemimpin adalah khadimul ummah (pelayan masyarakat).
Oleh karena itu, (Hilal: 2005)
Sayid al-Wakil mengemukakan pendapatnya, bahwa: seorang pemimpin harus memiliki
sekurang-kurangnya lima syarat, yaitu:
1. Muslim
2. Berilmu
3. Adil
4. Memiliki
kemampuan memimpin (skill kepemimpinan)
5. Sehat
jasmani sehingga dapat menjalankan tugas-tugasnya.
Dalam kitabnya “Al-Qiyadah
wal Jundiyah fil Islam”, Sayid al-Wakil menjelaskan
bahwa al-qiyadah dalam konteks Al-Qur`an, Sunnah, dan Tarikh Islam
memiliki empat pengertian.
Pertama, ro’i. Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan,
“Setiap kalian adalah pemimpin (ro’i) dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang imam adalah pemimpin (ro’i) dan akan dimintai pertanggung jawabannya. Seorang suami (rojul) adalah pemimpin terhadap keluarganya, dan akan dimintai pertanggung jawabannya. Seorang istri adalah pemimpin dalam rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang pembantu (khadim) adalah pemimpin terhadap harta majikannya, dan akan dimintai pertanggungjawabaannya. Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya.”
“Setiap kalian adalah pemimpin (ro’i) dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang imam adalah pemimpin (ro’i) dan akan dimintai pertanggung jawabannya. Seorang suami (rojul) adalah pemimpin terhadap keluarganya, dan akan dimintai pertanggung jawabannya. Seorang istri adalah pemimpin dalam rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang pembantu (khadim) adalah pemimpin terhadap harta majikannya, dan akan dimintai pertanggungjawabaannya. Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya.”
Kepemimpinan dalam
terminologi (ro’i) mencakup kepemimpinan negara, masyarakat, rumah-tangga,
kepemimpinan moral : yang mencakup juga kepemimpinan laki-laki maupun
perempuan. Oleh karena itu, tak seorang pun di dunia ini lepas dari tanggung
jawab kepemimpinan, minimal terhadap dirinya sendiri. Setiap orang mengemban
amanah, dan setiap amanah pasti akan dimintai pertanggungjawabannya.
Ro’i berasal dari kata ro’a-yar’a-ro’yan-ri’ayatan
(Munawwir, 1997:510). Artinya kepemimpinan dalam terminologi ro’i
menyiratkan pentingnya makna ri’ayah yang artinya menggembala,
memelihara, mengarahkan, dan memberdayakan orang-orang yang dipimpinnya (ra’iyah).
Kedua, imam. Artinya pemimpin yang selalu berada di depan. Kata imam seakar dengan kata amam (di depan). Sehingga
dalam terminologi ini, imam adalah pemimpin yang berfungsi sebagai teladan dan
sosok panutan yang membimbing orang-orang yang dipimpinnya.
Hilal (2005), Ibnul Qoyim telah mengemukakan dalam kajian kepemimpinan, bahwa: kata imam juga berarti ma`mum.
Dengan pengertian ini, maka seorang pemimpin selain siap untuk menjadi imam, ia
juga harus siap untuk menjadi ma`mum. Imam, selain bertugas mengarahkan ma’mum,
pada saat yang sama ia pun harus siap dikritik dan diingatkan oleh ma’mum.
Dalam shalat berjamaah, ketika imam melakukan kesalahan, ma`mum wajib
mengingatkannya dengan ucapan subhanallah. Dan imam harus siap
mendengarkan peringatan ma`mum.
Ketiga, khalifah. Secara terminologi artinya pengganti kepemimpinan
Rasulullah SAW.
Hilal (2005), Ibnu Khaldun mengatakan bahwa:
kepemimpinan dalam terminologi khalifah juga berarti menyiapkan kepemimpinan
berikutnya sesuai dengan aturan syari’ah demi tercapainya kemashlahat duniawi
dan ukhrowi.
Kata khalifah seakar dengan kata khalfun
(belakang) (Munawwir, 1997:361). Ini artinya, seorang pemimpin bukan saja harus
mempersiapkan generasi pemimpin penggantinya, ia juga harus siap melanjutkan
kepemimpinan sebelumnya.
Keempat, amir. Artinya pemerintah. Dalam hadits
riwayat Bukhari, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad, kita wajib menaati seorang
pemimpin (amir) apapun warna kulitnya, bentuk rupanya, kaya atau miskin,
selama pemimpin itu berada dalam bimbingan wahyu Allah Swt. Kata amir juga
berarti ma`mur (yang diperintah). Ini artinya, seorang pemimpin selain
menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, ia juga harus siap diperintah oleh
rakyatnya dalam hal yang mengandung kemaslahatan untuk semua.
Keempat tipe kepemimpinan diatas esensinya terlihat
jelas dalam pola kepemimpinan Rasulullah SAW. dan Khulafaur Rasyidin yang
selalu mengedepankan kebenaran, keadilan, dan kesejahteraan. Hakikat kepemimpinan dalam Islam adalah mengemban amanah rakyat untuk
mencapai keselamatan hidup di dunia dan di akhirat.
Ketaatan kepada Pemimpin adalah satu pilar
pemerintahan dalam Islam. Umar bin Khaththab berkata, “Tidak ada arti Islam
tanpa jamaah, tidak ada arti jamaah tanpa amir (pemimpin), dan tidak ada arti
amir tanpa kepatuhan.” Seorang pemimpin memang harus memiliki keistimewaan,
cerdas, berakhlak mulia, dan bermental baja. Namun, itu semua tidak ada artinya
tanpa adanya loyalitas dari rakyatnya.
Meskipun Islam mewajibkan umatnya agar taat kepada
pemimpin, namun ketaatan itu tidak bersifat mutlak. Hilal (2005) mengemukakan pendapatnya bahwa:
Ketaatan rakyat kepada pemimpin dibatasi oleh beberapa persyaratan, yaitu:
1. Pemimpin dimaksud memiliki komitmen kepada syari’at
Islam dengan menerapkannya dalam kehidupan.
Ali bin Abi Thalib berkata, “Wajib bagi imam
(pemimpin) memerintah dengan aturan yang diturunkan Allah Swt. dan menyampaikan
amanah. Apabila ia melaksanakan demikian, maka wajib bagi rakyat menaatinya.”
2. Pemimpin harus adil.
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا
الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ
تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ
كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا(النساء:58(
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat” (QS
An-Nisa`: 58)
Pemimpin dimaksud tidak
menyuruh manusia melakukan maksiat. Islam menyuruh kita melakukan amar
ma’ruf nahi munkar. Maka ketika ada pemimpin mengajak dan membiarkan
kemaksiatan merajalela, seperti minuman keras, zina, riba, korupsi, dan bentuk
kejahatan lainnya, maka kita tidak boleh menaatinya. Sebaliknya, kita harus
meluruskannya. Laa thaa’ata limakhuluuqin fii ma’shiyatil khaliq (tidak
ada ketaatan kepada pemimpin yang mengajak maksiat kepada Allah SWT).
Di masyarakat kita yang
paternalistik ini, kadang masyarakat kurang bisa mengaktualisasikan ketaatan
mereka kepada pemimpinnya. Sekelompok orang menindas, menganiaya, dan meneror
kelompok lain atas perintah pemimpinnya. Harus ada gerakan yang mengingatkan
pemimpin zalim seperti itu, dan menyadarkan pengikutnya agar tidak menaati
kemaksiatan yang diperintahkan oleh pemimpinnya.
C. Persamaan dan Perbedaan kepemimpinan
1. Kepemimpinan Dalam
Prespektif Islam
Nabi Muhammad SAW merupakan sosok
pemimpin yang terkenal dengan kearifannya, sifat beliau yang menonjol dalam
kepemimpinannya, tidak saja di akui oleh orang-orang islam sendiri tapi juga
diakui oleh orang-orang orientalis barat yang nota bene mereka adalah
orang-orang yang menentang islam, hal ini memberi gambaran kepada kita
bahwasannya kepemimpinan dalam islam bukan saja hasilnya hanya dirasakan oleh
umat islam itu sendiri , akan tetapi dirasakan oleh umat non muslim,
Kepemimpinan islam memberikan prospek
yang cerah bagi kelangsungan hidup manusia di Era Globalisasi sekarang
ini yang sarat dengan krisis kepemimpinannya dan dekadensi moral akibat
ulah-ulah para penguasa yang tidak bertanggung jawab. Dan perlu difahami pula
bahwasannya seseorang dikatakan sebagai pemimpin manakala ia benar-benar
beriman dan bertaqwa kepa Allah swt, dan inilah yang membedakan antara
kepemimpinan dalam islam dan kepemimpinan menurut teori orang-orang barat.
Seorang pemimpin dalam islam itu tidak
boleh terlepas ciri-ciri berikut ini sebagai pedoman dalam memilih calon
pemimpin masa depan:
1) Setia; Pemimpin dan orang yang dipimpin terikat kesetiaan
kepada Allah.
2) Tujuan; Pemimpin melihat tujuan organisasi bukan
saja berdasarkan kepentingan kelompok tetapi juga dalam ruang lingkup tujuan
Islam yang lebih luas.
3) Berpegang pada Syariat dan Akhlak Islam; Pemimpin terikat dengan peraturan Islam, boleh menjadi pemimpin selama ia
berpegang pada perintah syariat. Waktu mengendalikan urusannya ia harus patuh
kepada adab-adab Islam, khususnya ketika berurusan dengan golongan oposisi atau
orang-orang yang tak sepaham.
4) Pengemban Amanah; Pemimpin menerima kekuasaan sebagai amanah dari
Allah yang disertai oleh tanggung jawab yang besar. Qur’an memerintahkan
pemimpin melaksanakan tugasnya untuk Allah dan menunjukkan sikap baik kepada
pengikutnya.
الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ
أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا
عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الأُمُورِ(الحج:41(
“Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka, niscaya mereka
mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah
perbuatan yang mungkar… “(QS.22:41).
2. Pemimpin Dalam Presfektif Orientalis Barat
Pada dasarnya prinsip kepemimpinan
dalam presfektif barat hampir sama dengan kepemimpinan dalam presfektif islam,
untuk mencapai suatu keberhasilan dalam merealisasikan visi dan misi suatu
perkumpulan atau organisasi, akan tetapi sebagai mana di jelaskan diawal tadi,
bahwasannya kepemimpinan dalam islam bukan saja hanya mengurus masalah duniawi
semata akan tetapi berkenaanpula dengan masalah akhirat juga, atau lebih
spesifik lagi berkenaan dengan tanggung jawabnya selaku pemimpin kepada Allah
swt, dalam artian pemimpin dalam islam bukan saja bertanggung jawab ketika
didunia tapi ia juga harus bertanggung jawab membawa umatnya kejalan yang benar
yang diridhai oleh Allah swt, sehingga selamat nanti diakhirat kelak. Berbeda
dengan kepemimpinan dalam prespektif barat, mereka meyatakan bahwasannya
seorang pemimpin ialah orang yang mampu mengendalikan massa, dan mampu
menguasai mereka, tanpa menghiraukan penderitaan anggotanya atau
organisasi-organisasi lainnya, yang penting dia merasa senang, walaupun harus
tertawa diatas penderitaan orang lain, seperti yang telah dilakukan oleh
pemimpin-pemipin barat, diantaranya, adolf Hitler, naji, josh.w.bush, dan
lain-lain.
Akibat menyerapnya teori-teori
kepemimpinana yang dibawa oleh orang-orang barat, kedalam pemahaman orang-orang
muslim, ini mengakibtkan terjadinya, ketimpangan dalam memahami, ajaran
kepemimpinana islam, seperti contoh kasus, boleh tidaknya seorang wanita
menjadi pemimpin, ini merupakan problem yang sangat fundamental, di dalam
masyarakat kita sekarang, dan ini menjadi tugas kita, untuk kembali meluruskan,
pemahaman tentang kepemimpinan menurut ajaran islam, yang berlandaskan AL-Quran
dan sunnah.
D. Kepemimpinan
Rasulullah
Sejak manusia berada dipermukaan
bumi ini, hasratnya ingin mengetahui segala hukum dan kodrat alam yang terdapat
disekitarnya, besar sekali. Makin dalam ia meneliti, makin tampak kepadanya
kebesaran alam itu, melebihi yang semula. Kelemahan dirinya makin tampak pula
dan keangkuhannya pun makin berkurang.
Demikianlah, Nabi yang membawa Islam
itu pun sama pula dengan alam ini. Sejak bumi ini menerima cahaya Nabi, para
ulama berusaha mencari segi-segi kemanusiaan yang besar daripadanya, mencari
nilai-nilai Asma-Allah dalam pemikirannya, dalam akhlaknya, dalam ilmunya. Dan
kalaupun mereka mapu mencapai pengetahuan itu seperlunya, namun sampai kini
pengetahuan yang sempurna belum juga mereka capai. Perjuangan yang mereka
hadapi masih panjang, jaraknya masih jauh, jalannya pun tak berkesudahan.
Kenabian adalah anugrah Tuhan, tak
dapat dicapai dengan usaha. Akan tetapi ilmu dan kebijaksanaan Allah yang
berlaku, diberikan kepada orang yang bersedia menerimanya, yang sanggup memikul
segala bebannya. Allah lebih mengetahui dimana risalah-Nya itu akan
ditempatkan. Muhammad SAW sudah dipersiapkan membawa risalah atau misi itu keseluruh
dunia, bagi si hitam dan si putih, bagi si lemah dan si kuat. Ia disiapkan
membawa risalah agama yang sempurna, dan dengannya menjadi penutup bagi para
nabi dan rasul, yang hanya satu-satunya menjadi sinar petunjuk, sekalipun nanti
langit akan terbelah, bintang-bintang akan runtuh dan bumi inipun akan berganti
dengan bumi dan angkasa lain.
Kesucian para nabi dalam membawa
risalah dan meneruskan amanah wahyu, adalah masalah yang tak dapat dimasuki
oleh kaum cendekiawan. Bagi para nabi, sudah tidak ada pilihan lain. Mereka
menerima risalah dan amanah, dan itu harus disampaikan, sesudah mereka diberi
cap dengan stempel kenabian. Tugas menyampaikan amanah itu sudah menjadi
konsekuensi wajar bagi seorang nabi, yang tak dapat dielakkan. Akan tetapi,
tidak selamanya wahyu itu menyertai para nabi dalam tiap perbuatan dan
kata-kata mereka. Mereka juga tidak bebas dari kesalahan. Bedanya dengan
manusia biasa, Allah tidak membiarkan mereka hanyut dalam kesalahan itu sesudah
sekali terjadi, dan kadang mereka segera mendapat teguran.
Muhammad SAW telah mendapat perintah
Tuhan guna menyampaikan suatu amanah, dengan tidak dijelaskan jalan yang harus
ditempuhnya, baik dalam cara menyampaikan risalah atau dalam cara
mempertahankannya. Pelaksanaannya diserahkan kepadanya, menurut kemampuan akal,
pengetahuan dan kecerdasannya, sebagaimana yang sering dilakukan oleh kaum
cerdik pandai lainnya. Kemudian datang wahyu yang memberikan penjelasan secara
tegas tentang segala sesuatu mengenai Dzat Tuhan, keesaan-Nya, sifat-sifat-Nya
serta cara-cara beribadat. Tetapi tidak demikian tata cara kemasyarakatan,
dalam keluarga, tentang desa, kota, dan tentang Negara, baik yang berdiri
sendiri maupun yang terikat oleh Negara-negara lain.
Disamping itu masih banyak sekali
bidang lain yang harus diselidiki sehubungan dengan kebesaran Nabi SAW sebelum
datangnya wahyu. Juga tidak kurang kebesaran itu yang harus diselidikinya
sesudah datangnya wahyu. Ia menjadi utusan Tuhan dan mengajak orang kepadanya..
Ia menjadi pemimpin umat Islam, menjadi panglima perangnya; ia menjadi mufti,
menjadi hakim dan organisator seluruh jaringan komunikasi dalam hubungan
sesamanya dan antarbangsa. Dalam segala hal beliau dapat menegakkan keadilan.
beliau mempersatukan bangsa-bangsa dan kelompok-kelompok, sesuai dengan yang
dapat diterima akal sehatnya. Ia menjadi lambang kefasihan, yang menyebabkan
para ahli dalam bidang itu harus takluk dan menundukan kepala, mengakui
kebesaran dan kedahsyatannya. Akhirnya beliau melepaskan dunia fana ini dengan
rela hati atas pekerjaannya, yang juga sudah mendapat kerelaan Allah dan kaum
Muslimin.
E. Kepemimpinan
Setelah Rasulullah SAW
Para sahabat Nabi Muhammad SAW dan
salafus shalih sudah lama tiada, namun keteladanan mereka di tulis oleh tinta
emas sehingga menjadi teladan bagi kehidupan umat Islam generasi berikutnya.
Kesalehan mereka sangat luar biasa, tak heran apabila diantara mereka ada yang
sudah di jamin masuk surga, salah satunya yaitu Umar Bin Khatab, dia seorang
pemimpin setelah Rasulullah yang adil dan bijaksana dalam memimpin umat. Beliau
berasal dari kabilah Quraisy dan berasal dari suku Bani Hasyim.
Seperti kita ketahui hampir seluruh
kriteria seorang pemimpin beliau miliki, karena di bawah kepemimpinannya umat
hidup sejahtera dan tiada kurang suatu apapun. Dan dia tidak pernah marah
apabila ada seorang rakyat yang mengoreksi apabila ia melakukan kesalahan,
sebagai contoh ketika beliau diangkat menjadi khalifah setelah Abu Bakar
Ash-Shiddiq beliau berpidato dihadapan rakyatnya, dalam pidatonya beliau
mengatakan :-
“segala puji bagi Allah penguasa seluruh alam. Salam dan sejahtera semoga Allah limpahkan atas panutan agung Muhammad Saw.
Pada kesempatan ini aku ingin menyampaikan amanah kepada kamu sekalian wahai
kaum muslimin. Kalian semua ibarat unta yang bertali, untuk itu kalian akan
menurut saja kemana orang yang memegang tali itu. Aku akan membawa kalian semua
ke jalan yang benar yang diridhoi Allah Swt. Oleh karena itu apabila kalian
melihat aku melakukan keslahan yang menyimpang dari perintah Allah dan Rasul-Nya, maka luruskanlah”, setelah berbicara
tiba-tiba berdirilah seorang laki-laki dan berkata, ”wahai umar, aku
bersumpah akan meluruskan mu dengan pedangku ini jika engkau menyimpang”.
Mendengar kata-kata itu seorang sahabat lainnya berkata, ”wahai sahabat janganlah
engkau berkata kasar kepada khalifah.” kemudian umar berkata, ”terima
kasih, aku sangat senang kepadamu rupanya diantara rakyat masih ada yang
mempunyai keberanian, aku patut memberikan penghargaan padamu.”
Dari kutipan kisah diatas dapat kita simpulkan bahwa beliau memang seorang
yang bijaksana, karena dia tidak melihat kedudukan seseorang dalam memberi
nasihat.
Selain bijaksana beliaupun seorang yang sangat perhatian terhadap
rakyatnya, itu dibuktikan dengan seringnya beliau mengadakan inspeksi mendadak
untuk mengetahui keadaan rakyatnya. Dalam salah satu inspeksinya beliau pernah
mendapati seorang ibu dari sebuah keluarga, yang merebus batu seolah-olah dia
kelihatan sedang menanak nasi, karena tidak punya makanan lagi yang bisa di
makan. Hal itu dilakukan untuk menghentikan tangis anak-anaknya yang kelaparan.
Saat itu juga khalifah Umar dengan sigap mengambil gandum dari baitu Mal untuk
mencukupi kebutuhan keluarga itu. Gandum itu beliau panggul sendiri, walaupun
pengawalnya melarang. Beliau berfikir bahwa kejadian ini akibat kelalaian
beliau dalam mengurus umat. Oleh karena itu dia tidak mau apabila tanggung
jawabnya dibebankan pada bawahannya, beliau takut bagaimana nanti beliau
mempertanggung jawabkannya dihadapan Allah Swt kelak pada hari perhitungan.
Disisi lain, dalam masa kepemimpinannya kekuasaan kaum muslimin semakin
luas. Kekuatan politik dan militer umat muslim pada saat itu sangat berkembang
pesat dan mampu melawan kekuatan-kekuatan kufur dan musyrik yang menghalangi
meluasnya dakwah islam, pada masa itu pula wilayah-wilayah yang sebelumnya
menolak dakwah islam akhirnya dapat ditaklukan dan menjadi bagian dari negara
yang dipimpin oleh Umar. Negara-negara yang berhasil ditundukan itu diantaranya
:
· Di negri Syam antara lain, Alyarmuk, Basra, Damaskus, Yordania, Bisan,
Thobariyah, Aljabiyah, Palestina, Ramlah, Asqolan, Gaza, Tepi-tepi laut, Baitil
maqdis.
· Di Afrika yaitu negri Mesir, Iskandariyah, Tripoli barat (Libia), Barqoh.
· Di Irak dan Persia, yaitu negri Alqadisiyah, Hirah, seluruh persia,
Armenia, Almausil, delta sungai eufrat dan dajla, Khurasan, Albasrah, Nisabur,
Azerbejan, Nahawind, Ashbahan, Hamadzan dan lain-lain.
Umar sendiri tidak pernah mempunyai rasa takut pada orang-orang yang
berkuasa pada saat itu dan ia pun tak segan-segan untuk meluruskan mereka
apabila mereka melakukan kesalahan.
Itulah sedikit mengenai salah seorang sahabat yang dijamin masuk surga
yaitu Umar Ibnu Khattab. Dan beliau merupakan salah satu pemimpin pada masa
kepemimpinan khalifah yang berjalan sesuai dengan manhaj kenabian,
periode ini merupakan periode khulafaur-rasyidun. Berlangsung lebih kurang 40
tahun, yaitu sejak diangkatnya Abu Bakar Asy-siddiq sebagai khalifah hingga
wafatnya khalifah Ali bin Abi Thalib.
Pada akhirnya Umar menemui sang Khaliq pada usia 63 tahun sama
seperti sahabat Abu Bakar dan Rasulullah. Beliau dibunuh ketika beliau akan
sholat subuh di mihrab pada hari rabu, tepatnya tanggal 26 Dzulhijjah
tahun 23 Hijriyah, beliau ditikam oleh seorang majusi yang
bernama Abu Lu’luah atau firaus yang berasal dari parsi (satu wilayah di
Romawi). Tetapi dalam keadaan kritis setelah di tikam, ketika diingatkan waktu
sholat beliau segera melaksanakannya. Setelah itu beliau bertanya pada kepada
sahabatnya mengenai orang yang mencoba membunuhnya, dan sahabat pun menjawabnya
bahwa orang yang mencoba membunuh umar yaitu Abu lu’luah Almajusi seorang
pelayan Almughirah bin syu’bah, ketika mendengarnya Umar bahagia dan mengucap
”Alhamdulillah” karena dia berfikir bahwa yang menjadikan wafatnya ialah orang
yang mengaku beriman tetapi ia tidak pernah bersujud pada Allah.
Setelah tiga hari setelah kejadian penikaman itu beliau baru meninggal, dan
akhirnya Khalifah Umar berhasil memimpin umatnya selama 10 tahun 6 bulan 5
hari, dan beliau mempunyai anak sebanyak 13 orang, 9 laki-laki dan 4 orang
perempuan.
F. Konsepsi Alqur’an Tentang Kepemimpinan
Allah SWT telah memberi tahu kepada manusia, tentang
pentingnya kepemimpinan
dalam islam, sebagaimana dalam Al-Quran kita
menemukan banyak ayat yang berkaitan dengan masalah kepemimpinan.
Mari kita simak dan tadaburi
diantaranya! Firman Allah SWT:
· وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي
الأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ
الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ
مَا لاَ تَعْلَمُونَ(البقرة:30(
“Ingatlah ketika
Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui”. (Al Baqarah: 30)
Ayat ini mengisyaratkan bahwa
khalifah (pemimpin) adalah pemegang mandat Allah SWT untuk mengemban amanah dan
kepemimpinana langit di muka bumi. Ingat komunitas malaikat pernah memprotes
terhadap kekhalifahan manusia dimuka bumi.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ
وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي
شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاًً(النساء:59)
” Hai
orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah SWT dan ta`atilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah SWT (Al Qur’an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah SWT dan hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An-Nisa:
59)
Ayat ini menunjukan ketaatan kepada
ulil amri (pemimpin) harus dalam rangka ketaatan kepada Allah SWT dan rasulnya.
Yahya (2004:14) mengkaji ayat ini
dengan berpendapat bahwa Kata “al-amr” dalam ayat itu artinya: urusan,
persoalan, masalah, perintah. Ini menunjukan bahwa pemimpin itu tugas utamanya
dan kesibukan sehari-harinya yaitu mengurus persoalan rakyatnya, menyelesaikan
problematika dan masalah yang terjadi ditengah tengah masyarakat serta memiliki
wewenang mengatur, memenej dan menyuruh bawahan dan rakyat.
Kata minkum menurut Yahya (2004:14)
yang berarti diantara kalian, mengisyaratkan bahwa pemimpin suatu masyarakat
lahir dan muncul dari masyarakat itu sendiri. Pemimpin merupakan cermin
masyarakat yang dipimpinnya serta ia selalu dekat dan bersama dengan
masyarakatnya dalam suka maupun duka.
· يَادَاوُدُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ
بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ
اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ
بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ(ص:26)
” Hai Daud,
sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka
berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah SWT.
Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah SWT akan mendapat azab
yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (Qs Shad: 26)
Ayat ini mengisyaratkan bahwa: salah
satu tugas dan kewajiban utama seorang khalifah adalah menegakkan supremasi
hukum secara Al-Haq. Seorang pemimpin tidak boleh menjalankan kepemimpinannya
dengan mengikuti hawa nafsu. Karena tugas kepemimpinan adalah tugas fi
sabilillah dan kedudukannyapun sangat mulia.
· وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا
وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ
إِمَامًا(الفرقان:74(
“Dan
orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami
isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”.. (QS Al Furqan: 74)
Ayat ini mengisyaratkan bahwa: Pada
prinsipnya boleh-boleh saja seorang memohon kepada Allah SWT agar dijadikan
pemimpin. Dan karena ia memohon kepada Allah SWT maka ia harus menjalankan
kepemimpinannya sesuai keinginan Allah SWT. Yang dilarang adalah meminta
kedudukan padahal ia tidak punya kompetensi dan kemampuan dalam bidang itu.
Yahya (2004:16) menyatakan bahwa:
Kalau masyarakat suatu negri bertaqwa, maka insya Allah yang muncul adalah
pemimpin yang bertaqwa pula. Telah menjadi kaidah bahwa pemimpin adalah
cerminan dari orang-orang yang dipimpin secara umum. Jadi kalau mau pemimpin
yang baik maka perbaiki rakyat dan masyarakat. Disinilah perlu adanya pembinaan
dengan pendidikan agama yang dimulai dari keluarga.
· وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ
مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ
وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا
يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْفَاسِقُونَ(النور:55(
” Dan Allah
SWT telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang
sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang
telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan)
mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka
tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah
orang-orang yang fasik.” (Qs An Nur: 55)s
Ayat ini mengisyaratkan bahwa: Al
Khilafah atas dasar kebenaran dan keadilan pada akhirnya akan kembali
kepangkuan orang orang beriman dan beramal shaleh. Karena salah satu sifat seorang
pemimpin adalah beriman dan beramal shaleh. Dan tugasnya utamanya ialah
menciptakan keamanan dan menghilangkan rasa takut serta mempasilitasi rakyatnya
untuk beribadah kepada Allah SWT swt secara total
· أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ
إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ أَئِلَهٌ
مَعَ اللَّهِ قَلِيلاً مَا تَذَكَّرُونَ(النمل:62)
” Atau
siapakah yang memperkenankan (do`a) orang yang dalam kesulitan apabila ia
berdo`a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu
(manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah SWT ada tuhan (yang
lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati (Nya)” (QS An Naml: 62)
· يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى
وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ
اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ(13)
” Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah SWT ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya
Allah SWT Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS Al Hujurat: 13)
Ayat ini mengisyaratkan bahwa:
seorang pemimpin harus memahami sosiologis dan antropologis rakyatnya, sehingga
ia betul betul memahami watak dan karakter rakyat yang dipimpinnya.
jadi tugas dari pemimpin tersebut
ialah memenej perbedaan dan keragaman rakyatnya sebagai aset dan kekuatan
Negara. Tugas pemimpin bukanlah memaksakan kebersamaan dan persamaan. Namun,
untuk mengelola perbadaan dan keragaman.
Perbedaan suku, ras dan apapun
dikalangan rakyat seyogyanya menjadi ladang kompetisi untuk menjadi mulia dan
bertaqwa disisi Allah SWT swt dan yang paling berperan dalam menciptakan
kondisi yang kondusif untuk itu adalah pemimpin.
G. Beberapa
Hadits Tentang Pemimpin Dan Kepemimpinan:
Yahya (2004:21) mengemukakan
beberapa keterangan yang berkaitan dengan masalah pemimpin dan kepemimpinan yang
diriwayatkan dari Rasulullah SAW:
· السّلطَانُ ظِلُّ اللهِ فِى الأَرْضِ, يَأْوِيْ اِلَيْهِ كُلُّ
مَظْلُوْمٍ مِنْ عِبَادِهِ فَاِنْ عَدِلَ كَانَ لَهُ الأَجْرُ, وَكَانَ – يَعْنِى
عَلَى الرَّعِيََّةِ-الشُّكْرُ. وَاِنْ جَارَ أَوْ حَافَ أَوْ ظَلَمَ كَانَ عَلَيْهِ
الوِزْرُ, وَعَلَى الرَََّعِيَّةِ الصَََََََّبْرُ. وَاِذَا جَارَتْ الوُلاَةُ
قَحَطِتْ السَّمَاءُ. وَاِذَا مُنِعَتْ الزَّكَاةُ مَلَكَتِ المَوَاشِي. وَاِذَا
ظَهَرَ الزَِّنَا ظَهَرَ الفَقْرُ وَالمَسْكَنَةُ.
“Pemimpin
adalah bayangan Allah SWT dimuka bumi. Kepadanya berlindung orang orang yang
teraniyaya dari hamba hamba Allah SWT, jika ia berlaku adil maka baginya
ganjaran, dan bagi rakyat hendaknya bersyukur. Sebaliknya apabila ia curang
(zalim) maka niscaya dosalah baginya dan rakyatnya hendaklah bersabar. Apabila
para pemimpin curang maka langit tidak akan menurunkan berkahnya. Apabila zina
meraja lela, maka kefakiran dan kemiskinan pun akan merajalela.(HR. ibnu majah
dari abdulah bin umar)”
Yahya (2004:22) mengartikan bahwa:
Kata “bayangan Allah SWT” mengisyaratkan bahwa pemimpin adalah perwakilan Allah
SWT dimuka bumi ini. Dan juga mengisyaratkan bahwa pemimpin harus selalu dekat
kepada Allah SWT.
Kata “rakyat hendaknya bersyukur”
menurutnya mengisyaratkan bahwa wujud pemimpin yang adil adalah nikmat dari
Allah SWT yang patut disyukuri.
Dan kata “rakyat hendaknya bersabar” mengisyaratkan bahwa kelak akan muncul pemimpin yang
tidak becus.
· خِيَارُ أَئِِِمَّتَكُمْ الَّذِيْنَ تُحِبُّوْنَهُمْ
وَيُحِبُّّوْنَكُمْ, وَتُصَلُّوْنَ عَلَيْهِمْ وَيُصَلُّوْنَ عَلَيْكُمْ .
وَشِرََََارُ اَئِمَّتَكُمْ الَّذِيْنَ تَبْغَضُوْنَهُمْ وَيَبْغَضُوْنَكُمْ,
وَتَلْعَنُوْنََهُمْ وَيَلْعَنُوْنَكُمْ.
“sebaik-baik
pemimpin diantara kalian ialah pemimpin yang kalian cintai dan mencintai
kalian, kalian mendo’akannya dan merekapun mendo’akan kalian, dan seburuk
buruknya pemimpin diantara kalian ialah pemimpin yang kalian benci dan membenci
kalian, kalian melaknatnyadan mereka pun melaknat kalian”.(HR Muslim dari ‘auf
bin malik)
Hadits ini mengisyartkan bahwa:
salah satu ciri pemimpin yang baik ialah dicintai dan dido’akan oleh rakyatnya,
dan begitu pula sebaliknya. Diantar ciri pemimpin yang buruk ialah yang dibenci
dan dilaknat oleh rakyatnya, dan begitu pun sebaliknya.
H. Periodesasi Kepemimpinan Menurut Rasulullah SAW
Rasulullah SAW bersabda:
” akan terjadi diantara kalian kepemimpinan nabi, kemudian kepemimpinan
khalifah, kemudian kepemimpinan raja yang yang menggigit (reprensif) kemudian
kepemimpinan raja yang dictator, kemudian kepemimpinan khilafah yang berjalan
sesuai dengan manhaj kenabian” (HR Ahmad Dari Hudzaifah)
Hadits ini dikuatkan oleh firman Allah SWT
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ
مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ
وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا
يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْفَاسِقُونَ(55)
“Maka di
antara mereka (orang-orang yang dengki itu), ada orang-orang yang beriman
kepadanya, dan di antara mereka ada orang-orang yang menghalangi (manusia)
beriman kepadanya. Dan cukuplah (bagi mereka) Jahannam yang menyala-nyala
apinya.” (Qs An Nuur :55)
Hadits diatas mengisyaratkan bahwa
uamt islam akan melalui lima periode atu model kepemimpinan secara
berkesinambungan dan bergantian hingga hari akhir tiba. Yahya (2004:53)
mengatakan bahwa Kelima periode yang dimaksud ialah:
1)
Kepemimpinan Nabi : periode ini berlangsung ± 23 tahun, yaitu dari sejak
diangkatnya Rasul SAW sebagai nabi dan rasul hingga wafatnya.
2)
Kepemimpinan Khalifah yang berjalan sesuai dengan manhaj kenabian.
Periode ini adalah periode Al-Khulafaur Ar-Rosyidiin. Berlangsung kurang lebih
40 tahun yaitu sejak diangkatnya Abu Bakar sebagai khalifah hingga wafatnya Ali
Bin Abi Thalib
3)
Kepemimpinan Raja Yang Menggigit: raja yang menggigit berarti raja yang secara
formalitas keagamaan masih berpegang teguh pada symbol-symbol Islam, Al Quran
dan Sunah namun pada pelaksanaannya sudah jauh melenceng dari nilai-nilai Islam
itu sendiri. Disini kata menggigit berarti berpegang teguh. Raja yang menggigit
berarti juga bahwa raja tersebut buas dan kejam terhadap rakyat nya. Gigitannya
menyakitkan rakyat. Wallahu a’lam, periode raja yang menggigit ini berlangsung
kurang lebih 14 abad, yaitu dari sejak wafatnya khalifah ali sampai runtuhnya
kekhalifahan turki usmani (ottoman) pada tahun 1924.
4)
Kepemimpinan Raja Yang Diktator. periode ini berlangsung sejak runtuhnya
Kekhalifahan Turki Usmani hingga sekarang dan entah kapan berakhirnya hanya
Allah SWT yang tahu.
5)
Kepemimpinan Khalifah Yang Berjalan Sesuai Dengan Manhaj Kenabian.
Periode ini insya Allah akan mengulangi kembali sistim kepemimpinan
Al-Khulafaur Rosyidin, kita tidak tahu kapan waktunya. Namun kita yakin bahwa
prediksi dari rasul pasti benar dan akan terjadi.
I.
Persyaratan Pemimpin Dalam Islam
Yahya (2004:55) mengutarakan
persyaratan mengenai pemimpin dalam islam:
1. Adil
1.1. Adil yang merupakan lawan dari dzalim
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا
الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ
تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ
كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا(النساء:58(
”
Sesungguhnya Allah SWT menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah SWT memberi pengajaran
yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah SWT adalah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat.” (Qs An Nisa: 58)
Adil dalam hal ini masih bersisfat umum. Karena bisa saja orang yang non
muslim tetapi memiliki sifat adil, makna tersebut dapat ditangkap melalui
ungkapan Umar Bin Khatab: kita lebih berhak berlaku adil daripada sang kaisar”
dan juga dalam ungkapan rasul mensinyalir an-najasyi (raja habasah)”
sesungguhnya dinegeri itu terdapat raja yang adil”
1.2. Adil yang merupakan lawan dari fasiq
فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ
بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ
وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ
مَخْرَجًا(الطلاق:2)
” Apabila
mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau
lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang
adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah SWT.
Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah SWT
dan hari akhirat. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah SWT niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan ke luar.” (Qs At Thalaq : 2)
Adil dalam pengertian ini bersifat
lebih khusus.artinya, hanya dimiliki oleh orang beriman. Konklusinya, “setiap
orang adil (lawan fasiq) pasti adil (lawan dzalim). Namun, tidak setiap adil
pasti adil”. dari sifat adil tersebutjelas, bahwa adil yang dimaksud adalah
(adil) yang merupakan lawan dari fasiq. Yang pada gilirannya akan muncul
sifat-sifat mulia lainnya, seperti: persahabatan, mudah bergaul, gemar
silaturrahmi, kerja sama yang baik dalam mengambil keputusan , lemah-lembut,
ibadah, meninggalkan kebencian, anti kejahatan, dan kekerasaan, anti
permusuhan, jauh dari pembicaraan yang tidak manfaat, giat dan bekerja keras
mencari nafkah halal dan sebagainya.
Dengan demikian kita dapat paham
bahwa betapa berat persyaratan yang harus terpenuhi dalam diri seorang
pemimpin. Adalah logis dan sangat wajar apabila seseorang memenuhi criteria itu
(atau sebagian dari sifat itu) kita pilih dan kita angkat menjadi imam kita.
Pemimpin seperti itulah yang akan menjadi mediator dan pasilitator kebahagian
kita dunia dan akhirat.
2.
Laki-laki:
Rasulullah SAW bersabda “tidak akan
bahagia suatu kaum yang dipimpin oleh wanita”. Hadits ini banyak memunculkan
banyak kontroversi, terlebih dikalangan kaum feminis, mestinya hadits ini
difahami dengan pendekatan iman, jika tidak yang muncul adal Su-Uddzon kepada
Rasulullah SAW. Bagi sorang yang beriman hadits ini sangat jelas dan gamblang karena
mereka yakin bahwa Rasulullah SAW tidak mengucapkan segala sesuatu berdasarkan
hawa nafsu melainkan dengan wahyu.
3. Merdeka
(tidak berstatus budak).
Merdeka dari segala belenggu lahir
dan bathin. sehingga tidak ada gangguan dan tekanan dalam melaksanakan tugas
kepemimpinannya.
4. Baligh /
dewasa
5. Berakal
sehat / tidak cacat mental.
Pada era globalisasi dan serba
canggih ini pendidikan tinggi dan kecerdasaan merupakan sebuah keharusan.
Seorang tokoh islam pernah berkata: “pemimpin yang korup akan menyengsarakan
rakyat, pemimpin yang bodoh akan menghancurkan rakyat”
6. Bisa
menjadi hakim.
Baik dalam penguasaan terhadap ilmu
hukum maupun dalam mengambil keputusan lewat sebuah ijtihad.
7. Punya keahlian militer, persenjataan dan urusan perang.
Salah satu tugas pemimpin adalah menjaga keamaaanan dan melindungi rakyat,
karena itu pemimpin harus mahir dalam bidang militer.
8. tidak
cacat fisik
وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ اللَّهَ قَدْ بَعَثَ
لَكُمْ طَالُوتَ مَلِكًا قَالُوا أَنَّى يَكُونُ لَهُ الْمُلْكُ عَلَيْنَا
وَنَحْنُ أَحَقُّ بِالْمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِنَ الْمَالِ قَالَ
إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ
وَالْجِسْمِ وَاللَّهُ يُؤْتِي مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ
عَلِيمٌ(البقرة:247)
” Nabi mereka
mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya Allah SWT telah mengangkat Thalut
menjadi rajamu”. Mereka menjawab: “Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal
kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak
diberi kekayaan yang banyak?” (Nabi mereka) berkata: “Sesungguhnya Allah SWT
telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh
yang perkasa.” Allah SWT memberikan pemerintahan kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan Allah SWT Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.”
(Qs Albaqarah: 247)
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَاأَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ
خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ(القصص:26(
“Salah
seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang
yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu
ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.
(Qs Al Qashash :26.)
J. Penutup
Sejarah islam mencatat,
keberhasilan para pemimpin dikalangan umat islam, khususnya ketika zaman
Rasulullah SAW. Konsep kepemimpinan ini masih menjadi sebuah tanda tanya besar
dikalangan umat islam sendiri, apalagi ditambah dengan, semakin hilangnya
pigur-pigur, dan tokoh-tokoh yang mahir dalam kepemimpinan, perbedaan tersebut
karena di pengaruhi oleh, ajaran-ajaran orng barat yang mencoba untuk mengikis
habis, pemahaman asli umat islam terhadap kepemimpinan.
Seiring dengan
bergantinya zaman, maka bergantipulalah sistem kepemimpinan, akan tetapi bagi
umat islam sistem kepemimpinana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para
sahabatnyalah, sistem yang paling baik dan akurat, dengan tidak
mengenyampingkan sistem-sistem baru yang memang itu sejalan dengan yang
dicontokan rasul, dan diajarkan didalam Al-Quran.
System adalah kata lain
dari aturan main. Maka sangat tidak mungkin aturan main yang dibuat dan cocok
untuk bangsa lain dapat dipakai dan diterapkan dalam sebuah Negara yang telah
memiliki system tersendiri. Dan jika kita tetap berharap dan berusaha lebih
keras, bukan suatu keniscayaan apabila suatu saat nanti akan terbentuk suatu
pemimpin dan kepemimpinan yang menjunjung tinggi nilai-nilai hukum Allah yang
mendasarkan segala aspek kehidupan hanya dengan Al-Quran dan As-Sunnah, seperti
yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Daftar ustaka
Arsyad, N.
(1990). “Ilmuan Muslim Sepanjang Sejarah“. Bandung: Mizan.
Departemen
pendidikan agama republic Indonesia. (2004). “Al-Quran dan Terjemah
Al-Jumanaatul ‘Alii”. Bandung: Jumanaatul ‘Ali IKAPI.
Departemen
Pendidikan Nasional Universitas Pendidikan Indonesia. (2003). “Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah”. Universitas Pendidikan Indonesia.
Hilal, S. (2005). “Ketaatan Pada Pemimpin“,
Rubrik: Taujihat. Dicetak dari PK-Sejahtera [Online] 33. Tersedia: http://pk-sejahtera.org. Dengan alamat URL: http://pk-sejahtera.org/article.php?storyid=2844 [7/2/2005].
Husain, H. (2003). “Sejarah Hidup Muhammad“ (cetakan kedua puluh delapan). Bogor: Litera AntarNusa.
Munawwir, A. (1997). “Kamus
AL-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap“. Surabaya: Pustaka Progresiff.
Pranata, S.
(1996). “Perang Pemikiran”. Message: Laurel Heydir: “Hikmah Dalam
Musibah“. Tersedia:http://www.isnet.org/archivemilis/archive96/sep96/0000.html.
Sudjana, E.
(2003). “Visi Pemimpin Masa Depan: Menggagas Politik Berkeadilan”. Bandung:
Penerbit Marja’.
Wahid, A. et.al.
(1993). “Kontroversi Pemikiran Islam Di Indonesia”. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Yahya, R.
(2004). “Memilih Pemimpin Dalam Perspektif Islam”. Jakarta: Pustaka
Nawaitu.